Beberapa waktu lalu, dunia maya sedang dihebohkan dengan
kabar pernikahan sepasang public figure muda yang melangsungkan pernikahan
melalui proses taaruf.
Sebenarnya tak ada yang aneh dengan proses tersebut, namun
karena proses tersebut belum lazim digunakan masyarakat biasa apalagi generasi
muda dan public figure maka ramailah pemberitaan tersebut.
Dalam unggahan salah satunya, secara singkat dijelaskan
bagaimana proses mereka hingga memutuskan untuk menikah. Banyak reaksi
berdatangan, termasuk dariku. Aku pribadi kagum sama setiap pasangan
yang mengambil jalan taaruf sebagai langkah memulai hubungan, terlepas dari
seperti apa masa lalu mereka. Setidaknya mereka memilih melakukan hal yang baik
setelahnya. Iya aku masih sebatas percaya jika proses itu baik, namum masih ada
juga pertanyaan-pertanyaan kecil apakah iya bisa? Apakah gak apa-apa
kedepannya? Kok bisa ya yakin dalam waktu sesingkat itu?. Ya
pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Mungkin imanku masih terlalu cetek untuk
memahami itu semua.
Meskipun beberapa orang disekitarku menjalani proses yang
sama tak lantas membuatku benar-benar yakin dengan hal itu.
Adalagi yang lagi berita pasangan muda yang juga melangsungkan
pernikahan melalui proses taaruf. Tapi bedanya banyak beredar kabar tidak baik
tentang keduanya. Tapi semoga tidak terjadi apa-apa.
Yang jadi pertanyaan adalah apakah taaruf menjamin
kelanggengan hidup rumah tangga?
Menurut salah seorang pakar “tidak, bahkan tidak sedikit
yang rumah tangganya gagal walaupun melalui proses taaruf”. Kok bisa, katanya
itu proses yang baik?.
Menurut kajian yang aku ikuti beberapa waktu lalu, ada
kesalahan yang dilakukan dalam taaruf yakni taaruf yang terburu-buru apalagi
dengan orang yang benar-benar baru dikenal. Taaruf sendiri adalah proses, metode atau fase perkenalan
sebelum fase khitbah dan pernikahan dalam jangka waktu tertentu yg disepakati
dan ditemani oleh perantara. Ingatnya, ini bukan sebuah ikatan dan ada jangka
waktu yang jelas. Iya ada waktunya, jadi gak ada yang namanya digantung dalam
proses taaruf. Katanya seperti itu.
Mengenai taaruf yang buru-buru maksudnya disini mereka tidak
memaksimalkan ikhtiar. Artinya jangan menggunakan jangka waktu yang terlalu
singkat, apalagi dengan orang yang baru dikenal. Maksimalkan waktu yang
ada untuk saling mengenal dan menanyakan apapun yang akan jadi visi misi
pernikahan kedua calon pasangan. Pastikan bahwa benar-benar cocok dan sesuai
kriteria. Kalo ternyata gak cocok? Gak lanjut gpp. Namanya juga proses, gagal
didalamnya adalah hal wajar.
Proses yang baik akan lebih baik jika dijalankan dengan
benar. Jadi taaruf saja belum tentu baik, harus dilakukan dengan tatacara yang
baik pula. Jangan sampai taaruf sebagai tameng atau embel-embel untuk menjalin hubungan yang mengarah pacaran.
Mengenai yang lagi viral itu, jangan terlalu diagungkan juga
jangan terlalu diremehkan. Ambil pelajaran dari sisi positifnya, buang yang
dirasa tidak bermanfaat. Aku yakin kita sudah bisa membedakan.
Ada yang berpendapat “menikah jangan cuma ingin pamer
keuwuan di social media”. Iya disadari atau tidak banyak generasi muda yang
memilih menikah muda terlepas dari apapun alasannya seringkali dipandang hanya
ingin memamerkan keuwuan di media social. Padahal
tidak semua seperti itu. Menyegerakan ibadah jika sudah mampu adalah
sesuatu yang baik. Ditunda-tunda padahal sudah mampu juga tidak baik, nanti malah jadi omongan Bu Tedjo lagi, Ups.
Aku sendiri maklum jika pasangan pengantin baru memposting
hal yang membahagiakan, ya karena mereka sedang merasakannya. Tapi ya jangan
terlalu diumbar, kasihanilah nasib kaum jomblo seperti aku ini. He he.
Bahagia sewajarnya berproses setelahnya. Agaknya perlu
diingat terus jika berumah tangga adalah ibadah terpanjang dalam hidup. Perlu
banyak ilmu didalamnya, banyak kedewasaan, banyak tanggungjawab, banyak
mengalah, dan banyak-banyak yang lain. Pernikahan adalah awal memulai semuanya.
Memulai yang baik dan indah harapannya akan membawa kebaikan dan keindahan seterusnya.
Gimaman? Setelah yang lagi viral itu sudah ada yang chat
“tipe suami/istri idamanmu seperti apa?” belum?. Eits maaf jangan dijadikan
bahan candaan. Nanti udah baper eh ternyata ujung2nya “tapi boong”. Jangan
begitu ya. He he.
Selamat berproses, siapapun kamu dan proses apapun itu.
No comments:
Post a Comment