Siapa yg gak tahu Tteokpokki?
Jajanan kaki lima khas korea yg sering muncul dalam berbagai drama korea. Iya yg itu, kue beras yg dimasak dengan bumbu pasta cabai dengan cita rasa pedas dan asam. Gimana sudah pernah makan?.
Tapi kita gak akan bahas Tteokpokki ya... Melainkan sebuah buku yg
mengandung Tteokpokki. Iya judulnya aja he he.
Yaps apalagi kalau bukan buku #1 best seller di Korea Selatan I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki karya Baek Se Hee. Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit Haru tahun 2019. Buku yg aku punya adalah buku cetakan ke 10. Wah laris juga ya di Indonesia.
Apasih istimewanya buku ini sampai laris manis dimana-mana?. Ayok kita coba cari tahu.
Dari kenampakannya dulu ya. Buku ini punya cover manis berwarna ungu muda dengan ilustrasi seorang perempuan yg sedang tidur dengan selimutnya (ala2 orang yg lagi sedih gitu). Melihat isi dalamnya kita akan disuguhkan dominasi warna pink untuk bagian2 tulisan tertentu. Menururtku ini membuat bukunya jadi terkesan eksklusif untuk perempuan, selain itu aku juga pernah menjumpai buku lain dengan dominasi warna yg sama. Padahal isinya sebenarnya bisa relate buat siapa aja bisa laki2 atau perempuan walaupun penulisnya perempuan.
Emang isinya bahas apa sih?
Buku ini berisi esai dari si penulis yakni Baek Se Hee yang mengidap Distimia. Didalam bukunya akan disajikan percakapan penulis dengan psikiaternya. Iya mostly isinya percakapan. Bagi yang mudah bosan, mungkin ini agak sedikit membosankan, tapi percayalah ada nilai-nilai yang terselip dari setiap percakapan mereka. Dari percakapan itu kita bisa mengetahui penilaian, saran, nasihat dan evaluasi diri yg diharapkan bisa bermanfaat bagi pembaca untuk bisa menerima dan mencintai diri sendiri.
Apa aja isinya? Aku bakal kasih tau sedikit nih..
Distimia atau gangguan distimik adalah kondisi dimana penderitanya mengalami depresi ringan yang berkepanjangan dan terus menerus. Ini berbeda dengan gangguan depresi mayor yang menunjukkan gejala depresi berat. Menurut dr. Jiemi Ardian, Sp.Kj, persistent depressive disorder (distimia) adalah bentuk kronis (jangka panjang) dari depresi. Seseorang dapat kehilangan ketertarikan yang normal pada aktivitas sehari-hari, merasa tidak ada harapan, produktivitas berkurang, harga diri yang rendah dan perasaan tidak layak. Distimia berbeda dengan depresi dalam derajatnya serta durasi waktunya yang sangat lama.
Nah si penulis mendapat diagnosis distimia dari psikiater yang menanganinya. Pola pikir orang yang menderita distimia seringkali unik dan itu juga yang terjadi pada sosok Se Hee. Awalnya Se Hee hanya merasa depresi biasa. Diawal buku dijelaskan bagaimana ia tidak percaya diri, memiliki tendensi ketergantungan dan perilaku unik lainnya yang menjurus pada diagnosa distimia.
Contohnya, Se Hee punya kebiasaan menegur seseorang yang melakukan tindakan yang ia anggap mengganggu, seperti berbicara keras saat telepon di bus umum. Menurutnya jika ada 10 kasus seperti itu ia ingin menegur sepuluh kali. Lalu sang psikiater memberi saran:
"Anda menjadikan hal yang bisa dikritik orang lain menjadi tanggung
jawab anda sendiri. Padahal menghindari orang-orang yang tampaknya tidak akan
peduli setelah ditegur adalah pilihan yang baik. Mencari satu persatu akar
permasalahan dan berusaha menyelesaikannya sendiri adalah sesuatu yang sangat
tidak mungkin. Tubuh kita hanya ada
satu, tidak perlu membebankan peran yang terlalu besar untuk tubuh ini".
Karena isi buku ini kebanyakan adalah percakapan maka nilai atau hal yang ingin ditonjolkan dalam pembahasan harus digali lebih dalam. Perlu beberapa pemahaman untuk memahami maksud yang disampaikan dari keduanya. Oleh karenanya aku merangkum beberapa hal yang kiranya penting dan sesuai dengan kondisi kebanyakan kita. Tentunya tidak akan semua aku sampaikan ya. Akan lebih baik jika setelahnya kalian membaca sendiri dan menemukan sudut pandang menurut kalian sendiri. Yuk lanngsung saja.
Khawatir terhadap penilaian orang lain
Perilaku Se Hee yang juga mirip dengan kita kebanyakan adalah terlalu mengkhawatirkan apa yang dipikirkan orang lain. Akibatnya kepuasan terhadap diri sendiri menurun. Perilaku yang muncul adalah kebiasaan mengawasi diri sendiri, memastikan diri oke atas perilaku, penampilan maupun kata2 kita. Kita jadi semacam memantau diri melalui cctv, begitu kata sang psikiater. Dampaknya apa? Tentu kita akan kelelahan sendiri. Padahal kita bisa mengabaikannya.
"hal yang paling penting adalah perasaan senang dan gembira dari dalam diri anda, tidak peduli apa yang orang lain pikir atau katakan. Saya harap anda bisa memenuhi keinginan diri anda terlebih dahulu, tanpa memikirkan apa yang dilihat oleh orang lain".
Minder ketemu dengan orang baru
Se Hee seringkali merasa minder ketika bertemu dg orang lain. Ia merasa jika dirinya biasa saja dan takut jika orang lain tahu, mereka akan meninggalkannya. Bagaimana cara mengatasi pikiran ini?
"apakah ini masalah yg harus diperbaiki? Semua kembali pada bagaimana cara anda memandang diri anda. Saat ini anda menetapkan standar anda sendiri dan menyiksa diri anda dengan standar itu."
Perasaan superioritas
dan inferioritas juga ia alami. Ia akan
merasa PD jika ia merasa dirinya superior dibanding orang lain, seperti lulus
dari universitas yang lebih baik contohnya. Sebaliknya jika ia tahu bahwa
lawannya lebih superior darinya ia akan merasa minder. Padahal perasaan superioritas dan inferioritas hanya terbawa oleh standar kebanyakan.
Tidak mengenali diri sendiri
"saya belum mengenl diri saya sendiri, apa yg harus saya lakukan?
"banyak orang yg mengaku kenal terhadap diri sendiri, tapi lebih baik jika kita berpikir dan bertanya, "apakah aku benar2 mengenal diriku sendiri? Ataukah aku hanya melihat sosok diriku seperti yang ingin kulihat saja?”
"mana yg benar?"
"pada akhirnya kita tentu harus melihat sosok diri kita secara keseluruhan. Secara multi dimensional."
Melihat diri sendiri sama halnya dengan melihat orang lain, kita tidak
bisa melihat tokoh hanya berdasarkan baik atau jahat saja, melainkan
keseluruhannya. Jika kita bisa melihat orang lain secara keseluruhan maka kita
juga harus melakukan hal yang sama terhadap diri sendiri.
Obsesi terhadap penampilan
Kecenderungan untuk menganggap diri kurang menarik, tidak cantik, tidak sesuai standar orang lain memang akan selalu melekat ya. Ini pula yang dialami Se Hee.
“saya paham bahwa saya tidak bisa memenuhi ekspektasi semua orang. Tapi pada kenyataannya saya tidak bisa menerimanya. Saya banyak menyalahkan diri saya karena masalah ini”.
“saya pikir masalah ini bukanlah masalah yang harus dihindari, tapi harus anda nikmati. Anda hanya perlu menikmati keseharian anda. Terkadang ada saatnya dimana anda ingin merias wajah sesuai dengan perasaan anda hari itu. Tapi ada saatnya pula anda tidak ingin merias wajah anda sama sekali. Saat itulah sebaiknya anda bersikap masa bodoh dan membiarkan orang-orang menilai sesuka hati mereka”.
Jadi….
Itu tadi beberapa poin yang coba aku ulas dari buku ini. Jika kalian tertarik bisa langsung baca saja fullnya. Harga asli buku ini Rp. 99.000, tapi sudah banyak diskon di berbagai marketplace menjadi sekitar Rp. 80.000an saja. Buku ini cocok bagi kalian yang memiliki berbagai macam pikiran dan kecemasan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun tanpa diagnosis gangguan mental apapun ini juga bisa jadi pelajaran buat kita untuk memahami orang-orang yang mungkin sedang berjuang menghadapi gangguan yang mereka alami.
Oh iya buku seri 2 nya juga sudah terbit. Bisa kalian jadikan bahan bacaan selanjutnya setelah buku satu selesai jika kalian tertarik dengan kelanjutan ceritanya.
Terimakasih
sudah mampir. See u di buku-buku selanjutnya ya.


