Friday, 18 October 2019

Perempuan dan Stereotipe

Menjadi perempuan agaknya menjadi hal yang cukup rumit. Banyak stereotipe tentang perempuan yang berkembang di masyarakat yang tidak jarang menimbulkan ketidaknyamanan. Stereotipe sendiri adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan (wikipedia).

Nah berikut beberapa stereotipe yang sering dialamatkan pada perempuan.

[satu]
Penjaga warteg cewek cantik, viral!
Tukang ojek cewek cantik, viral!
Tukang ikan cewek cantik, viral!

Pertanyaannya adalah
Apakah penjaga warteg gak boleh cantik atau cewek cantik gak boleh jaga warteg?
Apakah tukang ojek gak boleh cantik atau cewek cantik gak boleh jadi tukang ojek?
Apakah tukang ikan gak boleh cantik atau cewek cantik gak boleh jual ikan?

Ahh, agak miris lihatnya. Stereotipe perempuan cantik di Indonesia seakan digambarkan sebagai sosok public figure, model, ataupun selebgram. "Cantik-cantik kok jual ikan" begitu pikir mereka. Mungkin dipikiran mereka wajah cantik bisa loh jadi ini dan itu, kenapa gak jadi ini dan itu saja?. Tapi tahukah mereka jika mungkin jalan, tuntutan atau kenyamanan yg membuat mereka ada di posisi itu?

Setiap perempuan terlahir "cantik" dan setiap perempuan memiliki hak untuk berkarya, bekerja dan berkarir. Apapun pilihan mereka jangan bereaksi berlebihan dan jangan hakimi mereka.

[dua]
Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi nanti juga jadi ibu rumah tangga.
Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi nanti gak ada yang berani nglamar.
Perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi gak kasihan apa sama orang tua.

Ahhh, bingung juga. Katanya perempuan harus setara dengan laki-laki, ini upaya perempuan untuk kearah situ loh!. Setiap tahun hari Kartini diperingati, apa iya perjuangannya cuma untuk dikenang tanpa diteruskan?. Sudah selayaknya terutama sesama perempuan mendukung bukan malah menjatuhkan.

Sekolah bukan semata-mata untuk mengejar karir kok. Dengan sekolah wawasan perempuan akan bertambah, pola fikir lebih terbuka, mandiri, kreatif, visioner dsb. Itu gak hanya buat ngebangun karir tapi juga buat ngebangun kehidupan termasuk rumah tangga.

Memang tidak bisa dipungkiri kodrat perempuan sebagai istri dan ibu, tapi untuk jadi istri dan ibu yg sukses apa datang dengan sendirinya?
Jawabannya tidak. Setiap perempuan dituntut untuk terus belajar (formal dan informal) untuk bisa sukses dan menyukseskan kehidupannya.

Masalah jodoh, apa sih yang perlu dikhawatirkan?. Semua sudah diatur. Gak perlu kompromi dan berdebat soal ini!.

[tiga]
Perempuan sudah 25-30 tahun kok belum nikah?
Kenapa belum nikah nanti jadi perawan tua loh?

Ini termasuk pikiran-pikiran yang belum terbuka dan masih menjadikan kehidupan jaman dulu sebagai patokan.

Well, tahu gak sih saat ini di Indonesia itu terjadi bonus demografi?. Penduduk usia produktif lebih banyak dari non produktif. Bukan produktif secara reproduksi ya, tapi usia dimana seseorang bisa menghasilkan karya. Yups karya aja dulu, Indonesia butuh kita (perempuan) guys. Katanya mau ngentasin kemiskinan, katanya banyak pengangguran, katanya banyak kasus kurang gizi, katanya butuh keadilan, apa iya dipikiranmu cuma nikah, nikah dan nikah!

Apa urusannya dengan usia nikah?
Balik lagi konsep awal soal jodoh "jodoh itu sudah diatur termasuk kapan datangnya", jika memang diusia itu jodoh belum datang ya memang perempuan masih diminta berkarya bukan malah meratapi nasib. Sayang gak sih di usia produktif itu kita cuma meratapi jodoh?

Mungkin dengan berkarya bisa membantu membuat lapangan kerja, membantu mengurangi kemiskinan, gizi buruk atau minimal berkontribusi buat keluarga dulu. Yang mungkin juga itu gak bisa perempuan lakukan jika sudah menikah.

Bungkam stereotipe itu dengan sisi positif yang kita punya. Mungkin kita belum menikah diusia itu, tapi kita sudah begini, begitu dst.

[empat]
Perempuan bercerai itu buruk!
Janda itu perempuan genit!

Percaya deh, gak ada yg mau bercerai, jadi janda ataupun jadi single parent. Banyak perempuan yang disalahkan akan kondisi itu padahal mereka gak tahu apa yang dialami. Mungkin perempuan-perempuan itu sudah berupaya untuk mencegah hal ini terjadi tapi akhirnya harus terjadi. Kondisi mereka hanya mereka sendiri yang tahu, jadi stop menghakimi.

Ada kutipan menarik seperti ini "terkadang melepaskan itu keputusan yang lebih sulit daripada bertahan". Iya mereka kesulitan dan masih harus mengambil keputusan sulit. Jangan tambahi dengan hujatan-hujatan yang gak seharusnya diberikan.

[lima]
Perempuan baik-baik itu yang pakaiannya seperti ini, rambutnya seperti ini, cara ngomongnya seperti ini!
Perempuan itu harus bisa dandan!

Penampilan memang penting, tapi tidak selalu benar jika penampilan menggambarkan hati seseorang, terutama perempuan. Mungkin ada perempuan yang berpakain tertentu karena tuntutan pekerjaan, dll. Kita harus mengindari judgment sepihak hanya berdasarkan penampilan.

Perempuan cantik gak harus bermakeup tabal kok, makeup biasa saja sudah cukup. Cantik gak selalu identik dengan makeup. Sebaliknya, gak ada yang salah juga dengan perempuan yang bermakeup.

Akan selalu ada alasan dibalik sebuah keputusan. Akan selalu ada pertentangan dalam dalam setiap tidakan. Bukan tugas kita untuk menghakimi.


Ah, sebagai perempuan agaknya harus lebih kuat! dan untuk jadi kuat kita butuh perempuan lain. Jika sesama perempuan saling menjatuhkan lalu kepada siapa kita harus mencari dan menciptakan kekuatan?


Ada lagi stereotipe tentang perempuan yang kamu rasakan?
Yuk sharing:-)

No comments:

Post a Comment