Saturday, 2 November 2019

Formalitas Cita-cita


Waktu TK seorang guruku bertanya "apa cita-citamu?"
Aku jawab polwan. Temanku yang lain menjawab tentara, polisi, guru, dokter bahkan astronot. Iya, cita-cita mainstream waktu itu.

Masuk SD pertanyaan itu kembali terulang.
"apa cita-cita kalian dimasa depan?"
Jawabanku berubah
"saya ingin jadi Dokter". Pun dengan jawaban teman-temanku yang lain.

Di bangku SMP ternyata aku masih mendapat pertanyaan yang sama, dan jawaban ku berubah lagi.
"Jadi guru bu".
Begitupun temanku yang lain.

Setelah SMA jawaban kami semakin abstrak. "ingin jadi orang sukses" kata kami.


Entahlah apakah pertanyaan ini masih ada di sekolah-sekolah jaman sekarang.

Yang jelas jawaban-jawaban kami menandakan betapa abu-abunya cita-cita bagi kami waktu itu. Selain itu kami gak tahu apa lagi jenis profesi selain yang biasa kami lihat, dengar dan ucapkan. Apalagi kami hanya anak-anak yang tinggal di desa yang bahkan gak tahu apa yang terjadi di dunia luar. Kami gak tahu apa saja yang bisa kami lakukan setelah dewasa, jalan apa saja yang bisa kami ambil dan kesempatan apa yang akan kami dapatkan.

Dan setelah mendengar jawaban kami, respon guru biasanya hanya "bagus" "wah bagus sekali" "wah hebat, beri tepuk tangan".

Sebenarnya bukan itu yang kami butuhkan. Kami butuh informasi dan pengetahuan lebih. "Jika ingin jadi ini maka harus melakukan ini, ini loh caranya, ini contohnya, mulai sekarang kamu harus begini biar bisa begitu, kamu bisa loh jadi sosok seperti ini".
Kami gak mendapatkan itu semua, bahkan juga dari orang tua kami. Satu-satunya sumber informasi waktu itu ya dari guru dan sekolah.


Dampaknya apa?
Cita-cita hanya soal profesi dan keinginan yang tertulis di buku pelajaran, tanpa pernah menjadi profesi yang tertulis di identitas.
Hanya segelintir dari kami yang bisa meraihnya.

Semua sudah terlajur, sekarang mau apa?
Aku gak akan membiarkan hal ini terulang pada anakku. Melihat diriku yang sekarang rasanya menyesal kenapa dulu aku gak dapet apa-apa yang seharusnya bisa membantu jalan hidupku. Terutama akses informasi dan kesempatan. Setelah dewasa aku baru tahu ternyata bisa loh jadi ini, ternyata profesi ini ada loh, ternyata begini loh cara-caranya kalau mau jadi ini, ternyata seharusnya dulu aku melakukan ini, kenapa aku gak tahu ini? Dan banyak hal lain yang baru aku tahu sekarang.

Aku memiliki keinginan jika kelak punya anak aku akan mengenalkan sebanyak mungkin profesi dan keahlian yang bisa mereka lakukan saat kelak mereka dewasa. Tentunya yang gak hanya bermanfaat bagi diri tapi juga banyak orang.
Tidak hanya jenisnya saja, tapi juga langkah apa yang harus ditempuh, bagaimana caranya bisa menjadi sosok seperti itu, siapa sosok2 hebat dari berbagai latar belakang, apa saja yang harus dilakukan dan diperlukan untuk mencapainya dan masih banyak hal lainnya.

Harapannya jika mereka banyak tahu, mereka akan bisa memilih mana yang mereka inginkan dan cita-citakan. Selain itu harapannya mereka punya motivasi lebih untuk mewujudkannya.

Maka selanjutnya tugasku sebagai orang tua adalah mengarahkan dan memfasilitasi mereka untuk mencapai apa yang mereka inginkan.
Bukan apa-apa, aku cuma ingin anak-anakku tahu apa yang harus mereka lakukan ketika dewasa. Aku ingin memastikan mereka mencapai apa yang mereka sebut cita-cita dan agar bisa membuktikan bahwa konsep cita-cita benar adanya.

Aku juga berharap semoga kurikulum pendidikan di era anakku semakin baik dan tidak hanya sebagai proses menunda bekerja atau menunda menikah.


***
Aku menuliskan ini untuk anakku kelak. Aku takut lupa jika nanti sudah jadi orangtua aku gak bisa memberikan apa yg seharusnya mereka dapatkan, salahsatunya akses sebanyak mungkin informasi dan pengetahuan dari orang tuanya.

Ahh jadi mikir betapa beratnya jadi orang tua.

Selamat berproses.