Sunday, 11 November 2018

“PENGEN NIKAH AJA”

Capek kuliah nih,
Capek kerja nih,
Capek sendirian terus,
Capek ditanya kapan nikah,
Baper liat temen udah punya pasangan
Pengen nikahhhh ajaaaa.

Hemmm, hal tersebut memang wajar terjadi pada seseorang, terutama pada masa pendewasaan. Akan ada masanya kita baper dan perpikiran “pengen nikah aja”.

Usst, jangan buru-buru menghakimi dan berkata salah. Toh itu semua terjadi bukan tanpa alasan. Kodrat bahwa manusia merupakan makhluk social dan butuh orang lain memang tak bisa dihindari. Seiring dengan semakin dewasanya seseorang mereka sudah bisa menyaring orang-orang yang menurut mereka baik untuk dirinya dan mana yang buruk, jadi jangan heran jika semakin dewasa “teman dekat” kita semakin sedikit dan kita butuh sosok yang bener-bener bisa dipercaya.

Balik lagi ke “butuh seseorang”. Tidak semua orang bisa kita percaya, tidak semua orang bisa memahami kita dan tidak semua orang mampu memberi solusi atas permasalahan yang kita hadapi. Semakin banyaknya beban seseorang, sosok orang yang mampu menjawab itu semua semakin dibutuhkan. Oleh karena itu tidak heran jika keinginan untuk menikah saja muncul di saat kita merasa sedang banyak beban. Kita butuh seseorang yang bisa kita percaya, mampu memahami kita, dan memberi solusi atas permasalahan kita yang mungkin tidak kita dapatkan dari orangtua, teman atau sahabat. Yaps kita menganggap pasanganlah yang bisa kita andalkan. Kenapa? Karena ketika sudah menjadi pasangan mau tidak mau kita harus percaya kepadanya, dia yang kita anggap sebagai malaikat pelindung kita pasti akan selalu ada untuk kita disituasi apapun. “pikirnya begitu”.
Hal yang perlu digaris bawahi, pikiran untuk menikah saja bisa muncul sesaat di situasi dan kondisi seperti itu, tapi jika kondisi sudah kembali normal kita akan berfikir panjang untuk memutuskan menikah. Karena menikah bukan hanya soal pesta tapi juga dinamika setelahnya. Kesiapan menjadi factor penting sebelum memutuskan untuk mengatakan “iya, aku bersedia” atau “bersediakah engkau….”.

Taukah kita jika salah satu indicator yang turut berperan dalam pembangunan adalah angka usia pernikahan yang semakin mundur atau semakin dewasa. Negara kita sedang mengalami bonus demografi dimana penduduk usia produktif lebih banyak dari usia nonproduktif. Jika penduduk usia produktif banyak berkarya dan meghasilkan sesuatu tentu ini akan sangat bermanfaat bagi negara. Anak muda dituntut untuk bisa berkontribusi bagi negara atau minimal bagi orang lain. Kondisi ini mungkin berdampak pada tren menikah dewasa yang akhir-akhir ini mulai terjadi di Indonesia. Tidak hanya laki-laki, tapi banyak perempuan memilih untuk berkarier dan berkarya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah. Pilihan menikah diusia dewasa ini bisa menjadi motivasi bagi yang suka baper dan pengen nikah. Bukan bermaksud menyampingkan ibadah, tetapi menjaga kualitas “ibadah terlama” yang akan dijalani nantinya. Jika segala sesuatu dipersiapkan dan dipertimbangkan dengan baik, hasilnya pasti baik juga.

Trus bagaimana jika perasaan “ingin menikah saja” muncul?. Tak apa, anggap itu adalah hal yang normal asal jangan berlebihan. Sabar aja, nanti aka nada masanya kita bersanding dengan “dia”. Jalani saja semuanya dengan sabar dan ikhlas karena kata orang “semua akan indah pada waktunya”. Kapan waktunya? Biarkan sang waktu yang menjawab.


BERKARYA AJA DULU!!!!.